Akulah Angin Engkaulah Api (Hidup dan
karya Jalaluddin Rumi),
*PERJALANAN MENUJU RUMI
Mari ke rumahku,
Kekasih –sebentar saja!
Gelorakan jiwa kita,
Kekasih-sebentar saja!
Dari Konya pancarkan
cahaya Cinta
Ke Samarkand dan
Bukhara sebentar saja!
Itulah dendang Maulana Jalaluddin Rumi.
Impiannya bahwa cahaya cinta akan bersinar dari Konya ke Samarkand dan Bukhara
“sebentar saja” lebih dari sekadar tercapai, dimana syair-syair Rumi
diperkenalkan lewat terjemahan orientalis Jerman dan Inggris sejak awal abad
ke-19
Bila Kematian itu
manusia
Yang dapat kupeluk
erat-erat!
Aku kan mengambil
darinya jiwa, yang bersih dan tak berwarna;
Dan ia akan
mendapatkan dariku jubah berwarna hanya itu! (D 1326)
Jika kita berdiri di tengah-tengah
nisan-nisan kuno ini, rasanya kita seperti mendengar kata-kata yang diucapkan
oleh Rumi untuk menghibur temannya selama akhir masa sakitnya, pada musim gugur
1273
Aku telah begitu
banyak berdoa
Hingga aku telah
berubah
Menjadi doa itu
sendiri
Setiap orang yang
melihat diriku
memohon doa dariku (
D 903 )
Betapa seringnya Maulana Rumi berdiri
ditempat ini ketika shalat Jum’at! Shalat adalah pusat kehidupannya, bukan
shalat yang ditunaikan hanya dengan bibir dan kaki tangan, melainkan shalat
yang memiliki arti penyatuan diri dengan Ilahi Tercinta.Bait ini merupakan
potret diri yang paling sejati dari seorang sufi besar.
Hati itu seperti
butir biji, dan kita seperti kincir.
Katakan, apakah
kincir itu tahu
Mengapa ia berputar?
Tubuh ini ibarat
batu, air adalah pikiran
Batu itu berkata:
“Oh, air itu mengerti!”
Air berkata: “Tidak,
tolong tanyakan pada kincir
Ia telah mengirimkan
air ke lembah-tanyakanlah apa sebabnya!’
Kincir berkata: “Hai
pemakan roti!-Haruskah ini berhenti
Maka katakanlah, apa
yang dilakukan oleh pembuat roti?...” (D 181)
Di Meram kita dapat melihat sebuah
sungai kecil, di tepi sungai itulah Maulana sering bertamasya bersama-sama
murid-muridnya, suara kincir air dan gemuruhnya air sungai sering mengilhaminya
untuk berputar-putar atau membawakan syair-syair yang menunjukkan bahwa suara
kincir dan gemuruhnya sungai menjadi lambang kehidupan;
Lihatlah, aku telah
banyak mencoba,
Dan mencari
dimana-mana
Tetapi tak pernah
kutemukan seorang sahabat
Seperti dirimu.
Aku telah mencoba
setiap pancuran,
Setiap butir anggur,
Tetapi tak pernah
Merasakan kenikmatam
minuman anggur
Semanis dirimu....
Ada orang-orang yang masih menjalankan
tradisi, yang tidak hanya membaca Matsnawi, memainkan seruling dan senang
menulis kaligrafi untuk mengenang Maulana, tetapi mereka yang sudah
“masak”-yang dengan kata lain, mempunyai jiwa yang matang sehingga mereka
benar-benar menjadi murid-murid sejati Maulana,sebagai perwujudan Cinta Ilahi
yang dipancarkan dalam hidupnya dan dalam karya-karyanya. Dan pengunjung akan
menyebut Rumi seperti yang pernah dilakukan penyair ini kepada kekasihnya
*JALAN MENUJU KONYA
Pergilah ke pangkuan
Tuhan,
Dan Tuhan akan
memelukmu dan menciummu,
Dan menunjukkan
Bahwa Ia tidak akan
membiarkanmu lari dari-Nya.
Ia akan menyimpan
hatimu dalam hati-Nya,
Siang dan malam
(Ma’arif, h. 28)
Sesungguhnya dia telah mengalami
tahapan mistik tertinggi, sesuatu yang sensual, suatu cinta yang sempurna
kepada Tuhan, sampai dia berada dalam pelukan-Nya, dan dia menyadari aktivitas
mencintai Tuhan ini, “kebersamaan” dengan segala sesuatu (maiyyah) dalam
kehidupan segala yang tercipta
Seseorang berkata:
“Wahai, Tuanku Sana’i
Telah meninggal
dunia!”
Aduhai, kematian
orang semacam itu
Bukan hal yang
sepele!
Ia bukan sekedar
benang yang terbang
Bersama angin,
Ia bukan air yang
membeku karena dingin,
Ia bukan sisir yang
patah di rambut,
Ia bukan butiran yang
hancur di dalam tanah.
Ia adalah emas yang
ada dalam tebu... (D 1007)
Burhanuddin membimbing murid-muridnya
melakukan latihan-latihan tasawuf yang telah digeluti selama empat abad
terakhir oleh para sufi dan mengirimnya satu dua kali ke damaskus, dimana
banyak sufi, termasuk Ibnu Arabi menetap ditempat itu.
Citra impianmu ada di
dada kami
Sejak fajar kami
sudah dapat merasakan sang surya (D 2669)
Syams adalah matahari yang luar biasa,
matahari yang mengubah seluruh hidupnya, membakarnya, membuatnya menyala, dan
membawanya kedalam cinta yang sempurna.
Wajahmu bak sang
mentari, Wahai Syamsuddin
Yang dengannya hati
berkelana bagai cawan!
Jalaluddin dan Maulana tak terpisahkan
lagi; mereka manghabiskan hari-hari bersama, dan menurut riwayat, selama
berbulan-bulan dapat bertahan hidup tanpa kebutuhan-kebutuhan dasar manusia
ketika bersama-sama menuju Cinta Tuhan
Namun, tiba-tiba
muncul kecemburuan Tuhan
Dan mulut-mulut
menjadi kasak-kusuk
Penduduk Konya tidak suka melihat
pengaruh Syams pada maulana, pada suatu hari, diapun menghilang dengan
misterius; semisterius kedatangannya.
Aku adalah zahid yang
pandai, orang yang berjuang
Kawanku yang sehat,
Katakan mengapakah
kau terbang
Seperti burung? (D
2245)
Jalaluddin merasa patah hati. Karena
terpisah dari mataharinya, apa yang dilakukannya? Namun, pada saat inilah dia
mulai berubah; dia menjadi seorang penyair, mulai mendengarkan musik, menari
berputar-putar, selama berjam-jam. Dia sendiri tidak tahu apa yang terjadi
Aku menulis seratus
surat,
Aku menulis seratus
jalan-
Tampaknya tak kau
baca selembar surat pun,
Tampaknyatak kau
ketahui satu jalan pun! (D 2572)
Dia mencoba menulis surat tentang
Syams, tetapi darwis itu menghilang tak tentu rimbanya dan jawaban pun tak
kunjung tiba.
Siapa yang mengatakan
bahwa Yang Kekal Abadi itu
Telah mati,
Siapa yang mengatakan
bahwa Mentari Harapan
Yang disana telah
mati
Ia adalah musuh
Matahari; mendaki ke atas atap,
Ia menutupi matanya
dan menangis;
“Sang Mentari telah
mati!” (D Rub. No. 534)
Pada suatu malam, 5 Desember 1248,
ketika Maulana dan temannya itu sedang berbicara, Syams dipanggil ke pintu
belakang. Dia melangkah keluar dan tak pernah kembali. Maulana pasti dapat
merasakan apa yang telah terjadi, tetapi tidak mau percaya bahwa temannya itu
hilang.
Malam berpakaian
hitam,
Untuk menunjukkan
duka citanya
Bagaikan istri yang
bergaun hitam
Setelah suaminya
menjadi debu! (D 2130)
Syams tak pernah kembali; dan apakah
hidup ini tanpa sang Matahari? Semesta alam tampaknya turut berduka cita
bersama Maulana;
Bila orang itu
mengatakan,
“Aku telah melihat
Syams!”
Maka tanyakanlah,
“Kemanakah jalan
menuju surga?”
Adakah sesuatu yang tersisa selain
kehitaman etelah Matahari terbenam?Ketika seorang menyatakan bahwa ia telah
melihat Syams, Maulana menjawab
Ia berkata: “Karena
aku adalah dia,
Apa gunanya mencari?
Aku sama dengan dia,
zatnyalah uang berbicara!
Sebernarnya yang
kucari adalah diriku sendiri,
Itu pasti.
Yang mencari dalam
tong, bak air anggur.”
Dengan harapan yang tak mungkin
terjadi, Maulana pergi ke Suriah. Akan tetapi, kemudian “dia menemukannya dalam
dirinya, bersinar bak rembulan”.
Aku terus bernyanyi
bersama orang lain
Syamsuddin dan Syamsuddin,
Bul-bul di taman pun
ikut bernyanyi,
Ayam jantan di
perbukitan. (D 1081)
Sebelumnya, dia telah menyadari bahwa
dia tak dapat lagi menyembunyikan nama Syams dan merasa bahwa semesta alam
memuji sahabatnya bersama-sama dengan dirinya
Engkaulah Mentari,
kamilah embun
Kau membimbing kami
Ke tempat yang paling
tinggi! (D baris ke-35816)
Dia merasa Syams sedang menyalurkan
gelombang rahmat tersebut
Karena aku hamba Sang
Mentari,
Aku berbicara hanya
tentang Mentari! (D 1621)
Dan segenap keberadaan sang penyair
merupakan saksi bagi Syams walaupun lidahnya diam;
Tak Patutkah bila aku
memanggilmu banda
[“abdi”, manusia]
Tapi aku takut
memanggilmu Tuhan, khuda! (D 2678)
Karena perasaan inilah, dia
menyebut-nyebut Syams dengan kata-kata yang terdengar menghina Tuhan sebab yang
dilihatnya dalam diri temannya itu hampir-hampir manusia yang bersifat Ilahiah
Syamsulhaqq [Mentari
kebenaran Ilahi]
Bila kulihat di
cermin yang jernih
Apapun kecuali Tuhan,
aku lebih buruk
Daripada seorang
kafir! (D 1027)
Syair-syair semacam ini tentu saja
membuat rakyat Konya marah. Akan tetapi, bagi Maulana tak ada keraguan:
Apakai ini kekafiran
atau islam, dengarlah:
Kamu itu sinar Tuhan
atau Tuhan, khuda (D 2711)
Dan meski dia menyadari posisinya yang
sulit, dia berseru dlm baris diatas
Engkaulah sinar yang
berkata kepada Musa:
Akulah Tuhan, Akulah
Tuhan, Akulah Tuhan! (D 1526)
Dan dia mempertegas pernyataannya dalam
baris-baris diatas
Ketika kau membaca
“Demi Cahaya Pagi”,
Pandanglah Mentari!
Syam adalah orang yang mengetahui misteri-misteri
yang ada pada Rasulullah. Itulah sebabnya tarian mistis, yang dilakukan oleh
para darwis hingga masa sekarang ini, selalu dimulai dengan suatu himne
mengenang Rasulullah yang berpuncak dalam puji-pujian kepada Syamsuddin
Ketika aku tidur di
jalan temanku,
Pleiades (sekelompok
bintang-penerj,)
Adalah bantal dan
selimut bagiku (D 364)
Seluruh alam tampaknya mencintai kedua
orang ini; dan nama teman yang dicintai itu mempunyai kekuatan yang sedemikian
rupa sehingga siapapun yang mengucapkannya, tak akan pernah melihat kehancuran
tulang belulangnya.
Wahai, buatlah aku
menjadi haus,
Jangan beri aku air!
Jadikan aku
kekasihmu!
Kuasailah dalam
tidurku! (D 1751)
Ini adalah pertemuan dua orang yang
tidak memiliki unsur romantis, walaupun ada syair-syair yang manis dan liris
,mengenai Syams-tetapi hal itu tidak bersifat tidak mengenal waktu dan bersifat
hikayat.
Dan hasilnya hanya
tiga kata;
Aku terbakar, aku
terbakar, aku terbakar.
Maulana tidak pernah benar-benar
memahami bagaimana Cinta telah memberinya lagu dan musik, memberinya alim yang
zuhud, dan orang yang berkeluarga baik-baik, bagaimana itu telah mengubahnya.
Ia yang muncul dengan
gaun merah setahun yang lalu
Kini, telah tiba
dengan jubah berwarna kecokelatan
Anggur itu tetap
satu,
Hanya wahananya yang
berubah
Betapa manisnya
anggur itu memabukkan (D 650)
Orang saleh yang buta huruf ini, yang
demikian telah menjadi bagian yang tak dapat dipisahkan dari kehidupan
spiritual Rumi, kini secara tiba-tiba tampak bagi sang guru cermin sejati yang
amat diinginkannya untuk menemukan jalan kembali kepada dirinya sendiri.
Sayap-sayap jibril
dan malaikat menjadi biru;
Demi kau, orang-orang
suci
Dan para rasul telah
menangis....(D 2364)
Maulana menyanyikan lagu pemakaman yang
sangat mengharukan, yang mengandung sajak berulang girista (telah menangis)
Kata guru ; Untuk
pemakamanku,
Ambilah genderang,
rebana, dan gendang
Wahai teman-temanku,
Bergembira, bersuka
ria, bertepuklah! (V 1112)
Pemakaman sang pandai emas pun bertabuh
menjadi tarian berputar (sama), untuk memenuhi keinginannya sendiri, seperti
dituturkan putranya Sultan Walad
Jiwa jamaah ini maju
terus
Selangkah demi
selangkah menuju jamaah,
Matahari di
keningnya, dan ditangannya
Cawan demi
cawan......(D 1583)
Nama Husamuddin disebutkan, dan dalam
sebuah syair liris lainnya namanya muncul secara jelas dan kadang-kadang
tersembunyi, seperti dalam lagu tarian suka cita berikut ini yang berakhir
dengan permainan kata-kata:
Jika kau adalah
sebuah nama-kini nama itu
Bercampur dengan yang
dinamai
Tidak! Nama itu
bagaikan sarung, dan yang dinamai
Adalah pedangnya
(Husam).
Pada akhirnya Maulana menggunakan
bahasa Arab:
Wahai Husamuddin,
tuliskan penjelasan
Tentang Sultan Cinta
(yaitu Syamsuddin). (D 738)
Karenanya, dia tampil sebagai bagian
dari kepribadian Syams dan dengan begitu dapat diserahi tugas untuk menyimpan
rahasia, seperti yang ditulis Maulana dalam Diwan:
Lebih baik jika
sahabat tetap tertabiri!
Mari, dengarkan kisah
ini:
Lebih baik misteri
ini diceritakan
Dalam kisah orang
lain, kisah lama! (M; 141)
Permintaan Husamuddin tentang Syams
ditolak oleh Maulana yang akhirnya menenangkannya dengan baris-baris ini:
Wahai yang namanya
adalah makanan lezat
Bagi jiwaku yang
mabuk! (D 2229)
Namun, di akhir karya itu, Maulana
bercerita tentang Zulaikha, istri Potiphar dan kerinduannya kepada Yusuf yang
tampan
Jangan menangis:
“Aduhai kenapa pergi!”
Dalam pemakamanku
Bagiku, inilah
bahagia!
Jangan katakan,
“Selamat tinggal”
Ketika aku dimasukkan
ke liang lahat
Itu adalah tirai
rahmat yang abadi! (D911)
Dia juga menghibur teman-temannya
dengan memperingatkan mereka bahwa kematian bukan perpisahan, tetapi pembebasan
bagi burung jiwa:
Bila gandum dari
debuku,
Dan bila dimasak jadi
roti-kemabukan
Akan bertambah.
Adonan; mabuk!Dan
tukang roti!
Ovennya pun akan menyanyikan
mazmur
Yang ekstatis!
Bila Datang ke
makamku untuk mengunjungiku
Jangan datang ke
makamku tanpa genderang,
Karena pada
perjalanan Tuhan,
Orang yang berduka
tidak diberi tempat (D 683)
Dan dia berkata dengan penuh semangat
kepada mereka:
Penduduk Kota, tua
dan muda
Semuanya meratap,
menangis, mengeluh keras,
Orang-orang desa,
orang-orang Turki dan Yunani,
Mereka mencbik-cabik
pakaian mereka
Karena perasaan sedih
Atas meninggalnya
orang yang agung ini’
“Ia adalah Musa!”
Kata orang-orang
yahudi.....(VN 121)
Maulana meninggal dunia pada senja
hari, 17 Desember 1273, dan setiap orang di Konya-baik yang kristen, Yahudi,
maupun muslim-menghadiri pemakamannya, seperti yang dikatakan oleh putranya
Di manakah aku, di
manakah puisi?
Tetapi orang Turki membisikiku:
Hai, siapakah engkau?
(D1949)
Bait diatas, yang ditulis dalam bahasa
Turki, mengungkapkan sikap Maulana terhadap syairnya sendiri
*EKSPRESI PUITIS
Simpanlah kata-kata
Persiamu,
Aku akan berucap
dalam bahasa Arab:
“Jiwa kita dihibur
oleh anggur.”
Dikisahkan Syams sama sekali tidak
menyukai puisi-puisi itu dan mengungkapkan ketidaksukaannya ini kepada
sahabatnya dalam suatu ini kepada sahabatnya dalam mimpi yang aneh dimana Syams
mengguncang-guncangkan Mutannabi yang tua itu bagaikan boneka usang. Namun,
masih saja orang mendapati kiasan-kiasan dan kutipan-kutipan yang berasal dari
Mutannabi dalam syair-syair Maulana dan juga dalam Fihi ma fihi, seperti dalam
syair penutup dari sebuah ghazal
Sahabatku yang
seorang tabib mengisi cangkir
Tinggalkan
Fa’iliun mufta’ilun
dan fa’ilatun dan fa’i
Dia mengisi suatu baris dengan
kata-kata bahasa Arab yang menarik perhatian untuk matra, fa’ilatun mufta’ilun
“ini telah membunuhku”, atau dia berkata dengan akhiran (ending) bahasa Arab
Separuh dari ghazal
belum lagi terucap dari mulutku
Tapi sayang,aku telah
kehilangan kepala
Dan kaki! (D 2378)
Di tempat lain dia mengeluh
Tanpa kehadiranmu,
Sama (tarian
berputar) itu haram...
Tak satu ghazal pun
terucap tanpa kehadiranmu,
Namun, dalam kesukaan
mendengar namamu (disebut)
Lima, enam ghazal
tercipta. (D 1760)
Orang sering kali tergoda untuk
bertepuk tangan dan menafsirkan kembali irama musiknya, dan irama musiknya
inilah yang melahirkan syair ini atau itu.
Musim semi telah
datang, musim semi telah datang,
Musim semi yang penuh
dengan bunga-bunga
Telah datang.
Kawanku telah datang,
kawanku telah datang,
Kawanku yang memikul
beban telah datang ...
Munculnya puisi dari gerakan tarian ini
juga menjelaskan kecenderungan Maulana pada pengulangan dan anafora-anafora
yang panjang
Mari,mari kasih, mari
kasih,
Masuk, masuklah ke
dalam karyaku,
Ke dalam karyaku!
Kau, kaulah taman
mawarku, taman mawarku;
Katakan, katakanlah
rahasiaku, rahasiaku.
Dalam nada yang lebih kuat, tampak pada
puisi
Kudengar omong kosong
yang diucapkan oleh musuh,
Dalam hatiku. (D
1623)
Dalam beberapa hal tertentu, kita
mengetahui bagaimana suatu kesan sensasional dapat melahirkan baris pertama
dalam puisi, seperti ketika seseorang mengobrol dalam pertemuan sama’ telah
membuat Rumi merasa terganggu
Dil ku? Dil ku?
Di mana hati? Dimana
hati?
Kisah tentang seorang penjaja barang
yang melewati rumah Maulana dengan membawa kulit serigala untuk dijual.
Teriakannya dalam bahasa Turki: “tilku, tilku” (serigala-serigala!), segera
memberikan ilham kepada Maulana untuk menulis sebuah puisi yang dimulai dengan
kata-kata diatas
Pada suatu hari
seorang kurdi kehilangan keledainya
atau kalau mungkin
dia bertanya:
Apa yang
kaumakan?Biarkan aku menciumnya!
Dalam banyak puisi, baris pertama
bersifat provokatif. Hal ini dimaksudkan untuk menarik perhatian pendengarnya.
Penyair dapat mengacu pada kisah yang lucu:
Cukup, cukup! Kau
cuma kuda seorang penjaja air,
Bila telah
didapatkannya seorang pembeli,
Maka diambilnya
lonceng kecil
Yang terkalung di
leher (kuda) itu. (D 25)
Tampaknya kecenderungan untuk menyuruh
orang diam ketika inspirasi datang, atau ketika merasa sudah cukup banyak
berbicara, merupakan bagian dari suatu inspirasi
Apakah ini Sinar
Ilahiah?
Apakah ini datang
dari dekat Tuhan? (D 2279)
Puisi-puisi terdahulu tak pernah
menyebut nama Syamsi Tabriz secara langsung tetapi mengiaskannya secara halus
dengan Matahari atau permainan dengan istilah-istilah astronomi
Aku baca kisah cinta
itu siang dan malam
Kini, aku akan
menjadi sebuah kisah dalam cintaku
Kepadamu (D 1499)
Kadang-kadang Maulana merenungi arti
puisi. Mengapa dia sendiri merasa terdorong untuk mengutarakan semua syair ini?
Setiap utas rambutku
telah berubah
Menjadi syair dan
ghazal
Berkat cintamu.
(D2329)
Tentu saja dia menyadari sumber
inspirasi:
Beri aku ciuman untuk setiap puisi!
Kadang-kadang dia bercanda dengan yang
dicintai yang telah memintanya membawakan sebuah puisi
Aku katakan “empat syair”, tetapi ia
mengatakan,
“Tidak, sesuatu yang lebih baik!”
Baik-tetapi sebelumnya beri aku anggur
yang keras! (D 2080)
Dalam puisi lain dia mengatakan
Kalau aku tidak melantunkan sebuah
ghazal,
Dia robek mulutku!
Kadang-kadang dia mengeluh bahwa
walaupun dia tidak ingin menyanyi,
Bulan pribadi itu wajahnya,
Syair dan ghazal itu aromanya-
Aroma itu bagian dia yang tak kenal
melihat (D 468)
Salah satu perbandingan terbagus adalah
perbandingan puisi dengan aroma baju Yusuf
Entah kau itu Arab atau Yunani atau
Turki-
Pelajarilah lidah tanpa lidah! (D 1183)
Rumi memahami bahwa bahasa
menyembunyikan sebanyak yang diungkapkan
Seruku: “Ke mana perginya hati yang
mabuk?”
Kata rajanya raja: “Diamlah, ia menuju
kami!”
Dan ketika penyair mencari dalam
hatinya, dia diperingatkan agar diam:
Tanpa katamu, jiwa tak bertelinga,
Tanpa telinga, jiwa tak berlidah...(D
697)
Berkali-kali Maulana mengatakan:
Kuberpikir tentang sajak,
Tapi sang tercintaku bilang:
“Jangan memikirkan apa-apa,
Pikirkan saja wajahku!”
Dalam Matsnawi dia mengakui:
Kala kucari damai,
Dialah penolong sejati
Kala kupergi berperang,
Belati, itulah dia;
Kala ku pergi ke pertemuan,
Dialah anggur dan manisan.
Kala aku ketaman,
Keharuman itulah dia.
Kala aku ke pertambangan,
Dialah batu deliama disana.
Kala aku menyelam ke lautan,
Dialah mutiara.
Kala aku ke gurun,
Dialah taman disana.
Kala aku ke langit,
Dialah bintang terang...
Kala kutulis surat
Ke sahabat-sahabat tercintaku,
Kertas dan tempat tinta,
Tinta, pena, itulah dia.
Kala kutulis syair
Dan kucari syair
Dan kucari kata bersajak
Yang membentangkan sajak-sajak
Dalam pikiranku, itulah dia! (D 2251)
Persatuan penuh dengan sang tercinta
mistis, yang menjadi dasar dari sedemikian banyak syair, terungkapkan dalam
sebuah ghazal yang memesonakan
Kuh kun az kullaha...
Ciptakan gunung tengkorak,
Ciptakan lautan dan darah kita... (D
1304)
Ada baris-baris seperti diatas yang
menakutkan dengan efek literasi yang keras sekali
Demi macan tutul (palang) keagunganmu,
Demi buaya (nihang) kecemburuanmu,
Demi landak kecil (khadang)
Pandangan sekilasmu, (D 772)
Dia sering menggunakan perkataan jenaka
dan bersumpah
Di tapak tangan kami ada anggur (bada)
Dan kepala kami ada angin (bad), (D
7723)
Dia mengeluh (atau berbangga,
barangkali?)
Hai, tuan, burung macam apa kamu?
Namamu? Untuk apa kamu?
Kau tak terbang, kau tak merumput,
Kau burung kecil!
Kau bagaikan burung unta. Ketika
diperintah,
“Ayo terbang!” kau akan bilang,
“Aku unta Arab!-kapan
Unta pernah terbang?”
Kala tiba waktunya untuk membawa
muatan,
Kau bilang, “Tidak, aku ini burung!
Kapan burung membawa muatan? Tolong,
Jangan lagi ucapkan kata-kata
menyebalkan ini!” (D 2622)
Sindiran tentang seseorang yang tidak
dapat percaya
Untuk apa takut pada sengatan
kalajengking,
Duhai bulan,
Sebab aku tenggelam dalam madu, seperti
lebah? (D 1015)
Juga, bisa dijumpai kiasan-kiasan
tersembunyi mengenai tradisi atau folklore (hikayat)
Karena kusebut-sebut untanya pada baris
pertama,
Dan akhirnya unta itu panjang. (D 1828)
Dia akan berkelakar bahwa syairnya
bertele-tele jadinya:
Kalau bicaraku tak pantas bagi bibirmu,
Ambillah batu besar, lalu remukkan
mulutku!
Bila bayi mengoceh, bukankah ibu yang
baik
Meletakkan jarum dibibirnya
Sebagai pengajaran baginya? (D 2083)
Kelihatannya daya ungkapan itu
kadang-kadang nyaris menakutkan penyair itu sendiri. Dia bahkan takut,
jangan-jangan dia melukai perasaan sang sahabat
Tinggalkan ghazal-
Tetaplah pada azal (pra keabadian). (D
2115)
Dia memperingatkan dirinya sendiri di
akhir sebuah ghazal
*SUATU HARI, MUSIM SEMI DI KONYA
Taman bunga mawar dan tumbuhan basil
Yang manis, segala macam anemone
Tempat tumbuhan bunga violet pada debu,
Dan angin serta air dan api, duhai
hati!
Tanah-tanah kosong di kota dipenuhi
dengan tanaman semak kacang polong; lalu berbagai dedaunan akan tumbuh di tepi
sungai-sungai yang mengalir ke lereng gunung di Meram
Salju selalu berkata: “Aku akan
meleleh,
Menjadi sungai,
Aku akan ke laut, sebab aku bagian dari
lautan!
Aku sendirian, keras, lagi membeku,
Dan lagi gigi penderitaan dikunyah
seperti es!” (D 1033)
Ungkapan tentang taman kepunyaan
Husamuddin Syalabi
Dalam kefanaan penuh aku berkata:
“Duhai rajanya raja, semua citra
meleleh
Dalam api ini!”
Dia berkata: “Sapaanmu tetap merupakan
sisa
Salju ini-
Selagi ada salju, tersembunyilah bunga
mawar merah!” (D 1033)
Maulana mengerti bahwa sedikit saja
condong pada kehidupan materi bisa menghalangi manusia dari sepenuhnya persatuan
dengan sang Tercinta
Bawang, bawang bakung dan bunga apiun
Akan mengungkapkan rahasia musim
dingin-
Sebagian akan segar
(harfiahnya “dengan kepala berwarna
hijau”),
Sebagian lagi menundukkan kepala
Seperti bunga violet! (M V 1801)
Ini bukanlah perkataan Rumi melainkan
perkataan penafsir modernya yang utama, Muhammad Iqbal. Dalam perubahan ini,
yaitu dari khalwah ke jilwah, Muhammad Iqbal melihat rahasia sejati kehidupan
manusia
Kalau burung gagak tahu bahwa dirinya
buruk,
Ia akan meleleh seperti salju karena
sedih!
Selama musim dingin, benih-benih yang
tampak berjejalan di bawah debu mempersiapkan kebangkitan-kembalinya pada musim
semi
Burung bangau “Jiwa” telah tiba;
Telah tiba pula musim semi!-dimana
kamu?
Dunia semarak dengan dedaunan
Dan bunga mawar nan cantik! (D 25854)
Orang amat senang menyaksikan petunjuk
hidup bahwa musim semi sudah dekat
Wajah air yang bak berisi di musim
dingin
Telah menjadi baju rantai (lemena)
berkat angin-
Musim semi yang baru ini
Bisa jadi Daudnya masa kini,
Yang menenun lemena dari es! (D 2120)
Ketika mentari sudah masuk ke dalam
Aries, maka musim semi, seperi nabi, dapat memperlihatkan mukjizatnya; mukjizat
yang hanya dimiliki oleh nabi-nabi seperti Daud
Tanpa kedua mata-dua awan-penerang
hati:
Api ancaman Tuhan, mana mungkin
terpadamkan?
Bagamana dedaunan akan tumbuh dari
persatuan,
Yang manis rasanya?
Bagaimana mata air akan memancarkan air
murni?
Bagaimana tempat tumbuhnya belukar
bunga mawar
Akan membeberkan rahasianya
Kepada padang rumput?
Bagaimana bunga violet akan membuat
ikatan
Dengan bunga melati?
Bagaimana pohon plane
Akan mengangkat tangan-tangannya dalam
doa?
Bagaimana pucuk-pucuk pohon
Akan meliuk-liuk di udara Cinta?
Bagaiman bunga-bunga
Akan mengguncang-guncangkan lengan
bajunya
Pada musim semi
Untuk menebarkan butiran-butiran
indahnya
Di taman yang luas?
Bagaimana pipi bunga tulip akan merah
warnanya
Seperti api dan darah?
Bagaimana bunga mawar akan mengulurkan
emasnya
Dari pundi-pundinya?
Bagaimana burung bulbul
Akan mengendus keharuman bunga mawar?
bagaimana suara merpati
Akan seperti sang pencari “Dimana,
Duhai dimana?”
Bagaimana burung bangau akan mengulang
Lak-laknya dari jiwanya,
Untuk mengatakan: “Duhai Yang Maha
Penolong,
Milik-Mulah kerajaan, milik-Mulah!”
Bagaimana debu akan mengungkapkan rahasia
hatinya?
Bagaimana langit
Akan menjadi taman yang mandi cahaya?
(M II : 1655-64)
Bagaimana alam pada musim semi amat
serupa dengan perilaku manusia
Engkaulah langitku, dan aku buminya,
Yang kebingungan
Apa yang membuatmu terus mengalir dari
hatiku?
Akulah tanah berbibir kering!bawakan
air
Yang akan menumbuhkan bunga mawar dari
tanah ini!
Bagaimana bumi tahu
Apa yang dikau taburkan dalam hatinya?
Karena kamulah, tanah ini mengandung,
Dan kamu pun tahu bebannya! (D 3048)
Rumu menspiritualisasikan dan, menerapkannya
pada keadaannya sendiri
Ranting pun mulai menari seperti orang
yang bertobat
(yang baru saja menapak dijalan
tasawuf),
Dedaunan pun bertepuk tangan
Seperti penyanyi pengembara (M IV 3264)
Karunia itu dari Tuhan, namun orang
Takkan menemukan karunia tanpa tabir
“Taman” (M V 2338)
Semua bunga mawar, meski sisi luarnya
Kelihatan seperti duri;
Itulah cahaya dari Belukar Terbakar,
Meski keliatannya seperti api! (D 859)
Seperti kucing yang membawa anaknya
Dengan mulutnya
Kenapa tak kau lihat ibu-ibu ditaman?
(D 2854)
Maulana memandang taman dengan mata
cinta dan mengajak teman-temannya untuk bersama-sama mengagumi tunas-tunas yang
baru tumbuh
“Kami menyembah-Mu!”-itulah doa taman
Dimusim dingin.
“Kami minta tolong hanya pada-Mu!”
Itulah rengeknya di musim semi.
“Kami menyembah-Mu!-itu arti aku datang
Memohon pada-Mu:
“Jangan tinggalkan diriku dalam
kesedihan ini, Tuhan,
Bukalah lebar-lebar pintu kegembiraan!
“Kami minta tolong pada-Mu,
Tuhan”-yaitu
Kelimpahan buah yang masak lagi manis
rasanya.
Nah patahkanlah dahan dan rantingku-
Lindungilah daku, Ya Alloh Ya Tuhanku!
(D 2046)
Kamilah bayi merpati
Yang berada dalam perlindunganmu,
Kami kelilingi serambi rerantingan (D
1673)
Kisah pemimpin spiritual-unta itupun
bergerak gembira mengarungi padang pasir dan stepa:
Lihatlah anting-anting hidung pencinta
di tanganmu
Siang malam aku ada di barisan unta
ini! (D 302)
Di taman ada beratus-ratus kekasih nan
menawan
Bunga mawar dan bunga tulip menari
berputar-putar
Di anak sungainya mengalir air bening,
Semuanya ini hanyalah helat
(dalih)-itulah Dia!
Jika itu kedengarannya penteistik, akan
timbul pertanyaan mengapa putra Maulana, yang sekaligus penulis riwayat hidup
Maulana, yaitu Sultan Walad, menjelaskan pandangan ini:
Barang siapa memiliki cahaya yang
dimiliki malaikat,
dia tidak akan tertegun dengan lempung
Adam,
malahan dia melihat dalam diri Adam
cahaya Tuhan,
Memang barang siapa semakin sempurna,
dia
akan melihat dalam batu, jerami, kayu,
dalam segala sesuatu dan dalam atom,
adanya Tuhan,
seperti yang dilihat dan diucapkan
Bayazid:
“Tidak pernah aku melihat sesuatu tanpa
kulihat di dalamnya Tuhan.” (VN 171)
Taman dan buah-buahan ada dalam hati
Dalam air dan lempung ini yang ada
Hanyalah pantulan kemurahan hati-Nya (M
IV 1357f.)
Namun baris sajak yang terakhir ini
tidak seperti ini tidak sepenuhnya mencerminkan sikap personal Maulana. Sebab;
Berkat pandangan mentari,
Tanah menjadi tumbuhnya bunga tulip
Kini duduk di rumah adalah bencana,
bencana! (D 1346)
*MUTIARA YANG TERSEMBUNYI (Pemikiran
Maulana tentang Tuhan dan Ciptaan-Nya)
Segala yang dapat kamu pikir itu fana.
Yang tidak dapat terpikirkan, itulah
Tuhan! (M II 3107)
Yang menjadi basis, pusat, dan tujuan
pemikiran Maulana adalah Tuhan Yang Maha Esa lagi Maha Tak Terbatas, yang
Zat-Nya tak pernah dapat dijangkau, tetapi tak pernah harus menjadi tema
pemikiran dan diskusi
Dari materi perdana, hayula dan Sebab
Pertama
Tak kau temukan jalan untuk menghadap
Tuhan!
Maulana mengikuti modelnya yang
dikagumi, yaitu Sana’i yang menulis diatas
Di neraka, para penghuni neraka akan
merasa lebih bahagia dibanding di dunia,
sebab di dunia mereka tidak ingat
kepada Alloh,
sedangkan di neraka mereka ingat
kepada-Nya
dan tidak ada yang lebih manis selain
mengenal Alloh. (Fihi ma fihi, Bab 63)
Argumentasi Maulana diatas terdengar
berani
Lautan berombak, dan
Tampaklah Kearifan Abadi
Dan suaranya pun berkumandang...
Begitulah ia.
Lautan penuh buih
Dan dari tiap-tiap buih ini
Muncul bentuk seperti ini,
Dan bintik itu tak lain seperti itu,
Dan tiap-tiap bintik yang berbentuk
jasadi
Yang terdengar isyarat dari lautan itu,
Lebur dan kemudian kembali
Ke lautan jiwa....(D 649)
Maulana menggambarkan bagaimana dia
memandang lautan yang tidak terukur dalamnya itu, dan dari lautan itu muncul
bintik-bintik buih yang kemudian akan sirna kembali
Tiada henti-hentinya muncul darinya
Gelombang-gelombang wujud,
Sehingga berkat gerakan
gelombang-gelombang itu,
Berputarlah seratus kincir. (D 155)
Wujud dan nonwujud bersaudara,
Sebab dalam satu irama lainnya
Tersembunyi pertentangan-pertentangan:
Bukankah Al-Quran mengatakan:
“Dia menjadikan yang hidup dari yang
mati”
(QS AL-Anam [6]: 95) (MV 1018-19)
Kembalilah menghadap-Nya, lalu menjadi
adam,
Sebab adam itu adalah tambang jiwa
Kalau adam itu lautan, maka kita
ikannya,
Dan Wujud adalah jaringnya...(D 734)
Cinta menggenggam telinga adam,
keduanya
Noneksistensi dan eksistensi
Bergantung padanya, tufail (D 1019)
Meskipun dari adam akan muncul seribu
alam,
Bagi halaman Cinta (Tuhan),
Alam-alam itu seperti bintik-bintik
yang indah,
Tidak lebih dari itu. (D 2234)
Engkau sendiri pun tahu bahwa aku,
tanpa-Mu
Cuma ketiadaan (adam).
Ketiadaan tak mungkin menjadi ada
Aku kurang tahu itu! (D 1432)
Maulana mengungkapkan perasaannya bahwa
dirinya mutlak bergantung kepada Sang Tercinta dalam baris yang menjadi ciri khas
pendekatan non rasionalnya
Hatiku jadi seperti pena
Diantara jari-jari Sang Tercinta:
Malam ini Dia Tulis Z,
Barangkali besok B.
Dia persiapkan baik-baik pena-Nya
Untuk menuliskan perbaikan (riqa)
Dan penghapusan (naskh);
Kata pena: “Aku taat,
Karena Dikau mahatahu apa yang harus
diperbuat.”
Kadang Dia hitamkan wajahnya,
Lalu Dia hapus dengan rambut-Nya,
Kini Dia memegangnya terbalik,
Kadang Dia menulis dengannya juga....(D
2530)
Sikap Maulana yang menyamakan Alloh
dengan pakar kaligrafi ini juga didukung oleh hadist yang mengatakan bahwa
“hati seorang Mukmin itu berada di antara dua jari Sang Pengasih.”
Janganlah membuat sarang, seperti
laba-laba,
Dari air liur dukacita
Di mana pakan lungsin pasti hancur.
Namun, serahkan dukacita
Kepada Dia yang menganugerahkannya
Dan janganlah diperbincangkan lagi.
Bila kamu diam, bicara-Nya adalah
bicaramu;
Bila kamu tidak menenun,
Maka penenunnya adalah Dia. (D 922)
Maulana, yang tinggal disebuah daerah
yang terkenal dengan produk permadaninya yang bagus, menggunakan simbol tukang
tenun dengan sangat piawai ketika menghibur mereka yang berupaya menurut
keinginan-keinginan mereka sendiri dan harus menghadapi kehancuran
rencana-rencana mereka.
Dan jika semua lintasan dan jalan
Yang terbentang di hadapanmu
ditutup-Nya,
Akan diperlihatkan-Nya jalan
tersembunyi
Yang belum pernah dilihat oleh siapa
pun.
Dia tahu dalam minggu-minggu,
bulan-bulan, dan tahun-tahun penderitaan dalam Cinta bahwa dibalik semua cobaan
duniawi ada sesuatu pola rahasia dan dalam kehidupannya sendiri dia melihat
kebenaran
Meski tuan sangat murah hati,
Namun, Ya Tuhan,
Itu tak dapat dibandingkan dengan
karunia-Mu.
Dia memberikan topi,
Sedangkan Engkau kepala dengan akal,
Dia memberikan mantel,
Sedangkan Engkau anggota badan, tubuh.
Dia memberikan bagal,
Sedangkan Engkau pengendaranya, Akal.
Tuan memberikan lilin,
Sedangkan Engkau penglihatan,
Dia memberikan makanan lezat,
Sedangkan Engkau selera....
Perasaan bahwa segalanya itu ada di
tangan Tuhan, yang paling mengetahui bagaimana memanfaatkan makhluk-mahkluk-Nya
Jika Dia memberikan aku cawan,
Jadilah aku cawan,
Jika Dia menjadikan aku pisau,
Jadilah aku pisau,
Jika Dia menjadikan aku sumber air,
Akan kualirkan air,
Jika Dia menjadikan aku api,,
Aku akan memberikan panas.
Jika Dia menjadikan aku hujan,
Akan aku tumbuhkan musim panen,
Jika Dia menjadikan aku jarum,
Kutembus tubuh.
Jika Dia menjadikan aku ular,
Akan kukeluarkan bisa,
Jika Dia menjadikan aku sahabat-Nya,
Hanya Dia yang akan kuabdi. (M V 1686)
Maulana dalam fase terakhir dalam
hidupnya, ingin mengikhtisarkan perasaan-perasaan dan pengalaman-pengalamannya
diluar berbagai kisah yang telah disampaikannya kepada pendengarnya
Tangkaplah kelim (tepi) karunia-Nya,
Karena Dia akan mendadak lari!
Tapi jangan hunus Dia seperti anak
panah,
Karena dari busur Dia akan meluncur.
Lihat bagaimana rupa-Nya, dan
Bagaimana jurus yang dimainkan-Nya!
Kiranya dia hadir dalam bentuk
Namun Dia akan lari dari jiwa.
Kau cari Dia jauh tinggi di langit-Nya
Dia bercahaya bak rembulan di danau,
Namun jika kau menyelam ke dalam
airnya,
Dia akan berikan tanda-tanda
tempat-Nya:
Namun jika kau cari Dia di tempat,
Dia akan terbang ke Tak-Bertempat.
Seperti anak panah meluncur dari tali
busurnya
Dan seperti burung pikiranmu....
Kau pasti tahu: dari yang ragu
Yang maha Mutlak akan lari.
“Aku akan lari dari yang ini dan yang
itu,
Namun bukan karena lelah:
Aku takut keindahan-Ku, yang amat
indah,
Akan lari dari yang ini dan dari itu,
Karena Aku terbang bak angin,
Dan Aku cinta bunga mawar, seperti
desiran,
Tapi karena takut akan musim rontok,
Bunga mawar juga akan lari, bukan!”
Nama-Nya akan lari
Ketika tahu kau bermaksud
mengucapkannya
Sehingga kau tak bisa kau katakan
kepada orang lain:
“Lihatlah ke sini, orang seperti itu
akan lari!”
Dia akan lari darimu jika kau coba
mensketsakan
Bagaimana rupa dan bentuk-Nya
Goresan akan lari dari loh,
Tanda akan lari dari hati!
Dalam ungkapan yang lebih liris,
Maulana mengungkapkan kebenaran yang sama dalam kata-kata yang agak jenaka
Para pencari tidak mencari dan tidak
merindu
Di seluruh dunia tiada yang mencari
kecuali Dia! (D 425)
Keyakinan Maulana kepada-Nya tidak
dapat diganggu gugat, sebab dia tahu bahwa segala yang sudah dan akan terjadi
disebabkan oleh Tuhan.
Bukan saja yang akan kehausan yang
mencari air
Air pun mencari yang kehausan. (M 11704)
Maulana mengikhtisarkan pusat
teologinya ini (jika bisa disebut demikian) dalam sebuah baris yang sudah
termaktub dalam literatur-literatur mistik islam, diulang dalam fihi ma fihi:
Seorang guru sekolah yang amat miskin,
sampai-sampai yang dapat dipakainya hanya sebuah baju katun, dan pada musim
dingin pun hanya memakai baju ini, sedang berdiri di sebuah sungai pegunungan
yang deras airnya ketika tiba-tiba dia melihat seekor beruang berada dia air.
Binatang itu tercebur ke dalam gelombang air deras dari pegunungan dan terseret
sampai ke dusun. Anak-anak sekolah, yang kasihan melihat gurunya, menyuruhnya
terjun ke air untuk mengambil sebuah mantel bulu yang bagus yang hanyut di air
yang merupakan karunia yang amat berharga. Karena putus asa, dia pun terjun ke
air. Namun, beruang, yang sebenarnya masih segar bugar, menangkapnya dan
menarik sang guru kearah dirinya. Ketika anak-anak yang ketakutan itu
menyaksikan kejadian ini, mereka melepaskan mantel bulu yang bagus itu, tetapi
sang guru menyahut, “Memang akan kulepaskan mantel bulu ini, tetapi mantel ini
tidak mau melepaskan diriku!”
Dalam fihi ma fihi, Maulana selanjutnya
berkata, “Begitu Rahmat Allah menangkap dirimu, kamu takkan dibiarkannya
lepas!”Rumi mengatakan:
Akal senantiasa gelisah siang dan malam
dan tidak pernah menikmati kedamaian karena berpikir dan khawatir, dan karena
mencoba memahami Allah, padahal Allah itu tidak mungkin dapat dipahami dan jauh
diluar pemahaman kita. Akal seperti itu ngengat, sedang Sang Tercinta seperti
lilin. Meskipun ngengat menceburkan dirinya kedalam api dan terbakar hingga
binasa, ngengat sejati adalah ngengat yang tidak mungkin ada tanpa adanya
lilin, persis sebagaimana ia akan menderita karena pedihnya pengorbanannya.
Jika ada makhluk seperti ngengat yang dapat berbuat tanpa api lilin dan yang
tidak akan menceburkan dirinya ke dalam api, tentu ia bukanlah ngengat sejati.
Dan jika ngengat menceburkan diri ke dalam api lilin, lalu lilin membakarnya,
itu bukanlah lilin sejati.
Oleh karena itu, manusia yang hidup tanpa
Tuhan, dan yang tidak berupaya sama sekali, dia bukanlah manusia sejati. Adapun
Allah, Dialah yang membinasakan dan menyirnakan manusia dan akal tidak mungkin
dapat memahami-Nya
*EKOR KELEDAI DENGAN SAYAP MALAIKAT
Keadaan manusia itu seperti ini: sayap malaikat
diikatkan pada ekor keledai sehingga keledai itu barangkali bisa juga menjadi
malaikat, berkat cahaya yang terjadi karena bersama malaikat. (Fihi ma Fihi,
Bab 26)
Inilah amsal yang mengesankan, sebab,
amsal ini menggambarkan kondisi manusia, fakta bahwa satu-satunya makhluk yang
memiliki sejumlah kehendak bebas terletak antara binatang dan malaikat, antara
dunia materi murni dan dunia ruh murni
Dialah cahaya Tuhan, dia bukanlah
“kekasih” yang itu Dialah pencipta, yang hampir saja disebut: Dia bukanlah
ciptaan!
Maulana memuji wanita, keyakinan pada
takdir mutlak berarti menisbahkan tanggung jawab atas perbuatan dosa merupakan
tanggung jawab Tuhan, dalam fihi ma fihi diperjelas:
Seorang pria masuk ke kebun, memanjat
pohon, dan menyantap buahnya. Ketika tukang kebun memergokinya, dia mengatakan
bahwa dia hanyalah atas perkenan Tuhan. Lalu tukang kebun memaksanya turun,
memanggil pelayannya, dan mencambuk pria itu “dengan cambuknya Tuhan” hingga
pria itu mengakui bahwa dirinya telah mencuri buah-buahan atas kehendaknya
sendiri, bukan karena atas kehendak Tuhan ....
Dalam pendekatan terhadap problem
kehendak bebas dan takdir ini, Maulana tampaknya mengikuti setiap sikap
teologis ayahnya. Maulana telah merumuskan rahasia kehendak bebas dan
aplikasinya dalam baris syair yang indah dalam Matsnawi:
Kehendak bebas itu ikhtiar untuk
bersyukur pada Tuhan atas kemurahhatian-Nya. (M 1929)
Makanlah buah yang kamu tanam sendiri,
kenakan pakaian yang kamu pintal
sendiri!
Lihatlah botol (obat) air seni
perbuatan! (D 1134)
Maulana mengajarkan kepada pendengarnya
pentingnya perbuatan baik kadang-kadang dalam terminologi medis:
Banteng dipikul!
Karena menolak membawa muatan,
Banteng tidak dipukul walaupun ia tidak
mengeluarkan sayap! (M V 3102)
Dunia ini seperti batu ambar (kahruba)
dan memikat jerami,
Ketika tanaman gandum sudah berbuah,
ia tidak bercemas hati karena batu
ambar
(sebab ia tidak lagi terpikat olehnya)
(D Tarji’band No. 25)
Maulana memperingatkan pembacanya agar
senantiasa mengingat-ingat perkataan penting, “Orang Mukmin itu cerminnya orang
Mukmin.”
Aku sudah muak dengan binatang buas dan
binatang lain;
yang kuinginkan hanyalah manusia,
insanam arzust!
Pencari dunia itu wanita,
pencari akhirat itu hermaprodit,
pencari Tuhan itu pria.
Akan tetapi itu tidak mencegah
kemungkinan bahwa wanita bisa juga menjadi “manusia” dalam pengertian ini.
“Manusianya Tuhan” tidak ada hubungannya dengan jenis kelamin:
Jika karena jenggot dan testis lantas
dia “pria”
Rusa jantan pun cukup berambut dan
berjenggot! (M V 3345)
Maulana menyindir orang-orang yang
pura-pura mengikuti jalan tasawuf:
Jika diri yang telanjang itu “manusia”,
Tentu bawang putih pun juga manusia! (D
1069)
Rumi secara cerdas dengan
ungkapan-ungkapan Al-Quran mengenai “Muslimah sejati”. Lalu, dia bertutur kepada
pendengarnya yang saleh:
Ahlak bagusmu akan menemuimu setelah
kematianmu,
Bak wanita berwajah purnama,
ahlak ini berjalan anggun ...
kalau kamu sudah bercerai dengan tubuh,
akan kamu lihat barisan bidadari,
“Wanita Muslim, wanita beriman, wanita
saleh dan bertobat” (QS Al-Tahrim [66]: 5 )
Sifat-sifatmu akan menyongsong usungan
mayatmu ...
Dalam peti mati, sifat-sifat ini akan
menemanimu,
Mereka akan mengikutimu bak putra dan
putrimu,
Lalu kamu akan mengenakan pakaian dari
pakan dan lungsin hasil ibadahmu ... (D 385)
Bila nafsu berkata “meong” seperti
kucing,
kutaruh nafsu itu di dalam tas bagaikan
kucing! (D 1656)
Cintalah yang diperlukan untuk mengubah
“setan”nya manusia menjadi malaikat, logamnya menjadi emas
Begitu Sulaiman pergi,
bertakhtalah setan sebagai kaisar;
begitu kesabaran dan akal pergi,
jadilah nafsumu “pendorong ke
keburukan” (D 455)
Maulana tahu benar bahwa amal-amal
ibadah pun bisa juga merupakan hasil aktivitas nafsu, sebab banyak orang yang
merasa angkuh lantaran merasa sudah beribadah. Itulah sebabnya:
Di tangan kanannya nafsu memegang
tasbih dan Al-Quran,
Di lengan bajunya tersembunyi pedang
dan pisau. (M III 2554ff.)
Bila jiwa pergi, buatkan aku ruang di
bawah debu,
Debu bertebaran di rumah ketika ibu
pergi! (D 830)
Namun jiwa, anak rupawan dalam ayunan
“tubuh”, tidak saja anak seperti Isa; ia juga ibu yang tinggal di rumah tubuh,
dan sekali ia pergi, tibalah saat kematian, seperti kata Maulana dalam amsal
diatas
Dengan tapak tangannya,
cintanya mengambil hatiku yang merana,
lalu mencium (bau)-nya: Kalau hati ini
tidak indah,
mana mungkin dapat menjadi buket
kembang bagi-Nya? (D 2130)
Seorang mengetuk pintu sahabatnya.
“Siapa kamu, apa kamu orang yang dinanti-nantikan?” tanya sahabat. Orang itu
menyahut: “Aku!” Sang sahabat berkata: “Enyahlah dari sini, ini bukan tempatnya
orang mentah dan kasar!” Apalagi yang dapat mematangkan yang mentah dan
menyelamatkannya, kalau bukan api keterpisahan dan api pengasingan? Setahun
penuh orang malang itu berkelana, dan terbakar dalam keterpisahan dari
sahabatnya, lalu dia pun jadi matang, kemudian kembali dan dengan hati-hati
mendekati tempat tinggal sang sahabat. Dia berjalan mengitari tempat itu dengan
rasa cemas, jangan-jangan dari bibirnya keluar kata-kata kasar. “Siapa itu yang
ada dipintu?” seru sang sahabat. “Dikau, kawan!” demikian jawabnya. “Masuklah,
kini kamu itu aku di rumah ini tak ada tempat bagi dua ‘aku’!” kata sang
sahabat. (M 13056-63)
Dalam kisah yang sederhana, kisah ini
berisi tentang perlunya sang abdi sirna dalam Sang Tercinta
Kau bilang: “Rumah raja (khaqan) itu,
hatinya mereka yang merindu”
Aku tak punya hati, duhai jiwaku!
Lantas di mana rumahmu? (D 575)
Akan tetapi, apa yang harus dilakukan
ketika pencinta telah kehilangan hatinya ketika Kekasih telah membawanya pergi?
Matsnawi-yi maulawi-yi ma’nawi hast
qur’an dar zaban-i pahlawi. (Bait-bait Al-Quran dalam lidah Persia).
Demikian tulis Jami di Herat pada abad
ke-15. Herat adalah ibu kota kekaisaran Timur Lenk yang sekarang disebut
Afghanistan, negeri leluhur Maulana. Penulis biografi Maulana Aflaki yang
menulis hampir seabad setelah kematian sang guru dan seabad sebelum Jami.
Maulana telah menenggelamkan dirinya dalam kata-kata suci itu dan dalam fihi ma
fihi dia menjelaskan sejauh mana arti Al-Quran baginya:
Al-Quran adalah brokar (kain sutra
berat berlungsin emas) bersisi dua. Sebagian orang senang dengan sisi yang
satu, sebagian orang lagi senang dengan sisi yang satunya lagi. Keduanya itu
benar, sebab Allah Swt. Menghendaki agar kedua kelompok itu mengambil manfaat
darinya. Begitu pula, wanita mempunyai suami dan bayi; suami dan bayi senang
kepada wanita itu secara berbeda. Bayi senang pada buah dada dan air susunya,
sedangkan suami senang pada ciuman, tidur bersama, dan pelukannya. Dalam
tasawuf, sebaagian orang adalah anak yang suka minum susu-orang-orang seperti
ini senang kepada makna lahiriah Al-Quran. Akan tetapi, manusia-manusia sejati
tahu kesenangan lain dan memiliki pemahaman yang berbeda mengenai makna-makna
batiniah Al-Quran.
Mereka bilang: “Bacakan Yasin supaya Cinta
jadi tenang!”
Apa gunanya Yasin bagi jiwa yang sudah
sampai di bibir
(yaitu bagi seseorang yang sudah berada
di ujung kematian) (D 2609)
Pada zaman Maulana, kebiasaan membaca
Surah Ya Sin (Surah 36) untuk orang yang sudah meninggal dunia meluas kemana-mana,
karenanya dia mengatakan syair diatas
Mengapa kamu tetap membaca ‘abasa
(dia bermuka masam) (QS ‘Abasa [80]: 1)
Padahal Jiwa anak sudah sampai tabaraka
(Mahasuci) (QS Al-Mulk [67]: 1)? (D 2625)
Dengan kata lain, dukacita, seperti
yang diungkapkan dalam firman Tuhan kepada Nabi Saw., yang merupakan celaan
terhadap seseorang yang bermuka masam ketika orang buta menemuinya, telah
digantikan sukacita yang diungkapkan oleh kata mahasuci dalam bagian sebelumnya
Ketika dia bilang: Lilin meleleh dengan
lembut! Itu artinya: Sahabatku lebih baik hati kepadaku. Bila dia bilang:
Lihat, bulan terbit! Bila dia bilang: Willow (nama pohon) kini menghijau! Bila
dia bilang: Dedaunan pada bergoyang Bila dia bilang: Betapa indahnya nyala rue
(nama tanaman) Bila dia bilang: Burung-burung berkidung kepada bunga-bunga
mawar, Bila dia bilang: Pukul kuat-kuat permadaniku! Dan dia bilang: Roti pada
hambar! Dan dia bilang: Ada yang tak beres pada lingkungan... Dia
memuji-artinya, “Pelukan manisnya.” Dia mencomel-artinya, “Dia jauh!” Dan
ketika dia sering menyebut-nyebut nama-Maksudnya tak lain nama Yusuf ....
Begitu pula, segenap bangunan nama-nama
yang diulang-ulang sufi pencinta Tuhan tak lain adalah tabir yang menutupi
Realitas
Tubuh itu seperti Maryam, masing-masing
kita punya satu Isa. Namun, selama tidak ada kepedihan berarti Isa kita tidak
lahir. Jika kepedihan tak pernah datang, Isa kita kembali ke tempat asalnya di
jalan rahasia, dan kita tertinggal di belakang, dalam kehidupan dan tidak
memiliki apa pun darinya.
Inilah gagasan mistik tentang kelahiran
Isa dalam jiwa yang akan diungkapkan setengah abad kemudian oleh Meister
Eckhart di Jerman: makhluk spiritual akan lahir dalam jiwa manusia, asal saja
kita sudi memikul beban kepedihan yang ditimbulkan oleh Cinta Ilahi
Di hati dukacita karena
Dia adalah seperti kekayaan;
hatiku adalah “cahaya di atas cahaya”
(QS Al-Nur [24]: 35)
Bagai Maryam nan rupawan, yang
mengandung Isa (D 565)
Jiwa seperti Isa di dalam ayunan
“Tubuh”.
Di manakah Maryam yang membuat ayunan
kita? (D 2176)
Jauh sekali ekor keledai dari ayunan
Isa! (D 1107)
Menurut Aflaki, Syams mengatakan bahwa:
Tuhan sendiri tidak dapat berbuat
apa-apa tanpa Muhammad karena Dia telah berfirman dalam Al-Quran: Dan andaikata
Kami menghendaki, benar-benarlah Kami utus pada tiap-tiap negeri seorang yang
memberi peringatan (rasul) (QS Al-Furqan [25]: 51)namun, Dia tidak menginginkan
itu, dan Dia tidak mau lau syi’na (jika Kami mau) ini .... (Man.665)
Dua jalan menuju jiwa, yang secara
kasar sama dengan jalan nabi, yang membuat segalanya menjadi terang benderang
dengan cahaya sejarah, dan jalan sufi, yang menemukan “Tuhan” di samudra
jiwanya
Jiwaku ada dilangit,
sedangkan perjalanannya (Yunani) ke
lereng
sebab kedekatan dengan Tuhan itu tidak
terbilang
Ya Habib Alloh rasul Allah ki yakta’i
tu-i,
Duhai sahabat Tuhan, Rasul Allah,
dikaulah satu-satunya, Yang dipilih
oleh Yang Mahakuasa,
dikau suci dan tiada tara.
Ada seratus ribu buku syair semuanya
jadi malu di hadapan kata sang buta huruf (Nabi)! (MI 529)
Rumi membuat interprestasi yang lebih
teoretis mengenai istilah ummi; pengetahuan Nabi itu bersifat bawaan bukan
diperoleh melalui belajar, sebab dia memperoleh pengetahuannya dari akal
pertama, sumber segala kearifan
Duhai pengeran penunggang perintah
“Katakan!” (Qul)
Duhai, yang di hadapan akalnya Jiwa
Universal
jadi seperti anak kecil yang karena
sifat kekanak-kanakan dan kejahilannya
mengungsi lengan bajunya.... (D 1793)
Keberuntungan kaum darwis berasal dari
“Rahmat” (bagi alam semesta);
Yapon (gaun) mereka bersinar bagaikan
bulan,
dan syal mereka harumnya bagaikan bunga
mawar! (D 2)
Demikianlah sebutan Rumi terhadap Nabi
dalam Diwan, insan yang menurut sebagian syair sama dengan Cinta, karena
Muhammad diutus sebagai rahmat bagi semesta alam (QS Al-Anbiya [21]: 107)
Jika kamu ingin warna dan keharuman
sempurna air anggur
Ahmad Duhai pemimpin kafilah,
berhentilah sejenak di pintu gerbang
Tabriz! (D 1966)
Bagi Rumi, tak diragukan lagi, “sahabat
Tuhan” yang ideal itu adalah Syamsi Tabrizi, Maulana berkata:
Apabila ruh Manshur (Al-Hallaj)
terlihat oleh syaikh Fariduddin ‘Aththar seratus lima puluh tahun setelah
meninggalnya Al-Hallaj, dan menjadi guru spiritual syaikh ini, kamu pun akan
selalu bersamaku apapun yang kiranya akan terjadi, dan ingatlah aku, sehingga
aku bisa memperlihatkan diriku di hadapanmu dalam bentuk apa pun kiranya
Berapa banyak Simurgh yang litaninya,
“Ana’ al-haqq” terbakar sayap-sayap
dari bulu-bulunya ketika terbang ke
sana! (D 1854)
“Aku”-nya Manshur tentu saja rahmat;
“Aku”-nya Fir’aun terkutuk!
Ketika persahabatan Manshur dengan
Tuhan mencapai puncak tujuannya,
dia pun menjadi musuh dirinya sendiri,
dan menyirnakan dirinya ....
Akulah manshur yang tergantung di dahan
Yang Maha Pengasih;
Ciuman dan pelukan dari bibir si jahat,
kurasakan kehangatannya. (D 581)
Bunuhlah aku, duhai sahabat-sahabat
terpercayaku,
sebab dalam diriku yang sudah mati
tiada lagi kehidupan
Maulana tahu bahwa Hallaj dan Bayazid
juga adalah pencinta dan terpaksa harus mengalami penderitaan atas
ucapan-ucapan mereka padahal dia sendiri sebagai kekasih sebenarnya baik-baik
saja
Dengan sebelah tangan mereka
meneguk air anggur murni iman,
dengan tangannya yang satu lagi,
mereka memegang bendera kekufuran. (D
785)
Tanpa anggur, insannya Tuhan itu mabuk,
Tanpa daging panggang,
insannnya Tuhan itu sudah kenyang.
Kebingungan, itulah keadaan insannya
Tuhan,
Insannya Tuhan tak butuh makan dan jua
tidur.
Insannya Tuhan: raja dalam jubah
darwis,
Insannya Tuhan: kekayaan tertutup debu.
Insannya Tuhan itu tidak di udara dan
tidak di bumi,
Insannya Tuhan: bukan dari air, juga
bukan dari api.
Insannya Tuhan hujan mutiara tanpa
berawan.
Insannya Tuhan hujan punya seratus
bulan dan langit,
Insannya Tuhan punya seratus mentari.
Melalui kebenaran Ilahi insannya Tuhan
tahu,
Tanpa buku, insannya Tuhan alim.
Insannya Tuhan: tiada bid’ah, tiada
iman,
Insannya Tuhan tak tahu yang salah atau
yang benar.
Lihat! Insannya Tuhan berkendara dari
Bukan-Wujud,
Insannya Tuhan datang ke sini penuh
kejayaan,
Insannya Tuhan tersembunyi, Syamsuddin!
Insannya Tuhan: Cari dan temukan dia,
hati!
Maulana melukiskan manusia idealnya
Tuhan. Syair tersebut memperlihatkan dirinya dengan jelas sekali, yang tidak
terikat empat elemen yang membentuk dunia ciptaan ini, yang tinggal dalam
ketenangan yang sempurna di alam Cinta yang abadi
Telah kau teguk anggur “Kelengahan”,
Dan jadilah kau murtad:
Bau busuk mulutmu membenarkan itu. (D
2261)
Ingin kuambil sendok yang penuh darah
Dari periuk ketel “Jiwa” (D 1691).
Manusia itu seperti periuk ketel atau
kenceng (periuk besar), dan dari bau busuk yang disebarkan dari periuk tersebut
dapat disimpulkan isi periuknya
Man mast tu diwana-kay barad mara khana
Aku minum dan kamu gila-siapa yang akan
Membawaku pulang?
Bukankah sudah kukatakan: Minumlah dua
tiga gelas,
Jangan banyak-banyak”
Kemarin kami mabuk karena cawan,
Sekarang cawan mabuk karena kami (D
RUB. No. 291)
Cermin tak bakal lagi jadi besi;
Minuman anggur tak bakal lagi
Jadi buah anggur masam. (M II 1317)
Kemabukan pada Ilahi itu jauh lebih
tinggi dibanding pengaruh anggur materiil terhadap hati
Kekuatan jibril itu bukanlah dari dapur
(M III 6f)
Kukatakan padanya: “Ini bulan Ramadhan,
siang hari lagi! Katanya: “Diam!
Karena anggur jiwa tidak membatalkan
puasa
Jangan khawatir” (D 1214)
Duhai yang telah pergi berziarah
Diman dirimu, dimana, oh dimana?
Di sini, di sinilah Kekasih berada!
Mari, mari, oh mari!
Sahabatmu, dia itu disebelahmu,
Dia itu tersesat di gurun
Udara macam apa ini?
Bila dikau luhat bentuk Kekasih
Yang tidak berbentuk
Dikaulah rumah, guru,
Dikaulah Ka’bah, dikau! ....
Di manakah sekuntum bunga mawar,
Jika kamu kebun ini?
Di mana, esensi kemuliaan jiwa
Bila dikau Samudra Allah?
Memang namun kesulitanmu
Dapat berubah jadi kekayaan
Betapa sedihnya dikau sendiri menabiri
Kekayaanmu sendiri! (D 648)
Sang haji mencium batu hitam Ka’bah
Karena yang dipikirkan bibir Kekasih.
(D 617)
Kezuhudan sayapnya patah,
Sedangkan penyesalan telah menyesal
Mana mungkin pencinta berkaitan
Dengan penyesalan?
Cinta itu bencana bagi tobat
Yang sekaligus menyiksanya
Apa yang harus dilakukan tobat
Dengan cinta yang menelan tobat? (D
1265)
Permulaan thariqah adalah tobat, tobat
adalah keharusan berpaling dari dunia beserta kesenangan-kesenangannya ke
nilai-nilai spiritual
Kesabaranku mati pada malam ketika
Cinta lahir!
Tidak, itu salah! Karena kalau saja
masih tersisa
Sedikit kesabaran pada diriku,
Berarti aku tak percaya pada cinta-Nya!
(D 2908)
Kesabaranku selalu bilang; “Aku membawa
Kabar gembira tentang persatuan
dari-Nya!”
Namun, rasa bersyukur selalu bilang:
“Akulah pemilik
Kekayaan mahaluas yang berasal
dari-Nya!” (D 2142)
Pelaut selalu berdiri di atas
kekhawatiran
Dan harapan (D 395)
Adakah yang telah menaburkan benih
harapan,
Lalu musim semi rahmat Tuhan
Tidak memberinya panen
Seratus kali lipat? (D 1253)
Menurut kaum sufi dan khususnya Rumi
mencintai orang-orang yang “berpikiran baik tentang-Nya” dan akan memperlakukan
mereka seperti yang mereka harapkan dari-Nya
Kamukah cahaya Zat Ilahi, atau kamu itu
allahi?
Setiap jiwa yang sudah terdewakan
(allahi)
Memasuki ruang rahasia raja
Ia itu ular; lalu jadi ikan, ia berasal
dari debu,
Lalu menuju mata air kautsar di surga
.... (D 538)
Allahi ini haruslah diterjemahkan
sebagai “yang bersama Tuhan”, bersama Allah, sebutan untuk Tuhan dalam tradisi
Islam-suatu paham yang sulit diterima, dalam syair lain Maulana menggunakan
allahi sebagai istilah simpel untuk “menyatu dengan Tuhan”, sirna dalam Tuhan”
Cinta itu dari Adam.
Sedangkan akal baik itu dari setan! (M
IV 1402)
Aku mati sebagai mineral, lalu jadi
tanaman,
Aku mati sebagai tanaman, lalu jadi
hewan,
Aku mati sebagai hewan, lalu jadi
manusia.
Betapa takutnya aku,
Karena aku tak dapat sirna melalui
mati!
Begitu aku mati sebagai manusia,
Jadilah aku malaikat, lalu kulepaskan
Kemalaikatanku,
Karena Bukan-Wujud (adam) berseru
Dengan suara seperti organ:
“Sesungguhnya kita milik-Nya,
kepada-Nyalah kita
Kembali!” (QS Al-Baqarah [2:] 156) (M
III 3901)
Apa yang dicari sang zahid? Rahmat-Mu.
Apa yang dicari sang pencinta?
Kepedihan (zahmat) dari-Mu.
Yang mati dalam jubah,
Yang ini hidup dalam kain kafan! (D
1804)
Duhai, kalau pohon bisa berkelana
Dan bergerak dengan kaki dan sayap!
Tentu ia akan menderita karena ayunan
kapak
Juga akan merasakan pedihnya gergaji!
Karena kalau mentari tidak berkelana
jauh
Menembus malam
Mana mungkin setiap pagi
Dunia akan cerah ceria?
Bila air samudra
Tidak naik langit,
Mana mungkin tumbuh-tumbuhan akan
tersuburkan
Oleh irigasi dan hujan yang lembut?
Tetes air yang meningggalkan negerinya,
Samudra, dan lalu kembali
Mendapati tiram sedang menanti
Dan tumbuh menjadi mutiara.
Tidakkah Yusuf meninggalkan ayahnya,
Dalam sedih dan air mata dan putus asa?
Tidakkah lewat perjalanan itu
Dia memperoleh kerajaan dan kemenangan?
Tidakkah Nabi pergi
Ke Madinah yang jauh, sobat?
Di sana didapatinya kerajaan baru
Dan perintahnya seratus negeri.
Kalau tak punya kaki untuk berkelana,
berkelanalah ke dalam dirimu,
dan bak tambang batu delima
terima jejak sinar mentari!
Perjalanan seperti itu
Akan membawamu ke dirimu,
Mengubah debu menjadi emas murni!
Tinggalkan pahit dan cuka,
Pergilah ke manis!
Sebab air laut pun membuahkan
Seribu jenis buah.
Matahari Tabriz itulah
Yang menampilkan karya amat bagus itu,
Karena pohon jadi indah
Kala disentuh mentari.
Segenggam debu bilang: “Akulah kucir!”
Segenggam debu bilang: “Akulah tulang!”
Kamu akan bingung-tiba-tiba Cinta
datang:
“Sini mendekatlah! Akulah Kehidupan
abadi bagimu!” (D 1515)
Maulana menulis kalimat-kalimat yang
menolak skeptikisme ‘Umar Khayyam dan mengajarkan kepada kita, seperti ibu
rumah tangga memberikan pelajaran kepada sayur-mayur bahwa Cinta adalah ruh
penggerak dan tujuan hidup:
*SHALAT: ANUGERAH ILAHI
Pada saat shalat isya
Semua orang menggelar kain dan lilin
Namun aku memimpikan kekasihku,
Menatap, sembari meratap dan sedih,
isyaratnya
Dengan menangis, berarti aku melakukan
wudhu,
Dan sholatku pun akan bergelora,
Lalu kubakar jalan masuk masjid
Ketika suara azanku berkumandang ....
Apakah aku shalat dua rakaat penuh?
Barangkali ini delapan?
Surah mana yang kubaca?
Karena aku tak punya lidah untuk
membacanya.
Di pintu Tuhan-mana mungkin aku
mengetuknya,
Karena kini aku tak punya tangan atau
hati?
Tuhan, dikau telah membawa hati dan
tangan!
Tuhan, anugerahi daku keselamatan,
Ampuni daku .... (D 2831)
Ka’bah untuk ruh
Dan Jibril: pohon Sidrah,
Kiblat pelahap:
Yaitu taplak meja.
Kiblat untuk ahli makrifat:
Cahaya persatuan dengan Tuhan.
Kiblat filsafat, nalar,
Adalah: pikiran kosong!
Kiblat sang zahid:
Tuhan Maha pemurah.
Kiblat si tamak:
Pundi-pundi berisi emas.
Kiblatnya mereka yang melihat
Makna sejati, adalah kesabaran.
Kiblat mereka yang hanya menyembah
Bentuk-bentuk: sosok batu.
Kiblatnya kaum esoteris
Yaitu Dia, Tuhan Rahmat.
Kiblatnya kaum eksoteris
Yaitu wajah wanita.... (M IV 1896)
Jika Dikau tak karuniakan jalan,
Ketahuilah bahwa jiwa pasti tersesat:
Jiwa yang hidup tanpa-Mu
Anggaplah itu mati!
Jika Dikau perlakukan dengan buruk
Hamba-hamba-Mu
Jika Dikau mencerca mereka, Tuhan,
Dikaulah Raja-tak soal
Apa pun yang Dikau lakukan
Dan jika Dikau menyebut matahari,
Rembulan indah itu “kotor”,
Dan jika Dikau katakan si “jahat”
Adakah rampingnya cemara nun di sana
itu,
Dan jika Dikau katakan Takhta
Semua alam itu “rendah”,
Dan jika Dikau sebut lautan
Dan tambang emas “fakir lagi miskin”
Itu sah saja,
Sebab Dikaulah yang Mahasempurna:
Dikaulah satu-satunya yang mampu
Menyempurnakan segala yang fana! (M I
13899ff.)
Syair semacam itu mencerminkan sikap
Maulana sendiri, ketakjubannya yang tak kunjung berhenti terhadap Tuhan
Mahaperkasa.
Dia bilang: “Dikau telah beri aku
hidup,
Dan beri aku banyak waktu,
Dikau amat murah hati kepada orang
Yang amat merendahkan diri, Tuhan!
Selama tujuh puluh tahun penuh
Di sini aku durhaka
Namun tidak Dikau tahan
Karunia-Mu sehari pun!
Kini aku tak dapat cari uang;
Aku sudah tua, aku tamu-Mu,
Akan kumainkan harpa untuk-Mu,
Sebab aku ini milik-Mu!”
Musa melihat seorang penggembala di
jalan,
Katanya: “Duhai yang memilih orang
Yang Dikau kehendaki:
Di mana dikau, supaya aku menjadi
hamba-Mu,
Supaya aku memperbaiki jubah-Mu
Dan menyisir rambut-Mu,
Supaya aku cuci pakaian-Mu, dan
membunuh kutu-Mu,
Membawakan untuk-Mu susu, Duhai Yang
Mahatinggi!
Mencium tangan indah-Mu, memijit
kaki-Mu,
Supaya aku bersihkan kamar kecil-Mu
Pada saat akan tidur!
Kukurbankan semua kambingku untuk-Mu
Yang kurindukan dan memenuhi pikiranku,
Dengan penuh cinta!” (M II 1720ff.)
Ketika kamu berseru, “Ya Tuhan!”
Aku menyahut, “Aku di sini.”
Permohonanmu adalah pesan-Ku, sayang,
Dan semua upayamu untuk mendekatkan
diri
Kepada-Ku
Tak lain adalah syarat bahwa Aku
Mendekatkan dirimu kepada-Ku.
Kepedihan dan upayamu yang penuh cinta:
Tanda-tanda rahmat-Ku!
Dalam setiap “Ya Tuhan!” ada seratus
“Di sinilah Wajah-Ku!” (M IV 189ff.)
Kalau tidak, mana mungkin bunga mawar
tumbuh (M II 2442ff.)
Para nabi juga telah mengajarkan
shalat. Adapun Nabi kita, yang jelas telah menunjukkan ibadah shalat ini,
beliau bersabda, “Aku memiliki waktu bersama Tuhan di mana tidak ada ruang bagi
seorang nabi utusan Tuhan maupun malaikat.” Dengan demikian, kita tahu bahwa
jiwa shalat itu bukan saja bentuk ini, melainkan keterserapan dan hilangnya
kesadaran, di mana semua bentuk lahiriah ini tetap berada di luar dan tidak ada
tempat baginya. Jibril sekalipun, makhluk spiriual, tidak dapat masuk ke sana.
Diamlah, dan berjalanlah
Melalui kesunyian menuju ketiadaan,
Bila engkau sudah jadi ketiadaan,
Dirimu akan jadi pujian! (D 2628)
*MANIFESTASI CINTA
“Bagaimana keadaan sang pencinta?”
Tanya seorang lelaki.
Kujawab, “Jangan bertanya seperti itu,
sobat:
Bila engkau seperti aku, tentu engkau
akan tahu;
Ketika Dia memanggilmu,
Engkau pun akan memanggil-Nya!” (D 2733)
Suatu malam aku bertanya kepada Cinta:
“Katakan,
Siapa sesungguhnya dirimu?”
Katanya: “Aku ini kehidupan abadi,
Aku memperbanyak kehidupan indah.”
Kataku: “Duhai yang diluar tempat,
Di manakah rumahmu?”
Katanya: “Aku ini bersama api hati,
Dan diluar mata yang basah,
Aku ini tukang cat; karena akulah
setiap pipi
Berubah jadi berwarna kuning.
Akulah utusan yang ringan kaki,
Sedangkan pencinta adalah kuda kurusku.
Akulah merah padamnya bunga tulip,
Harganya barang itu,
Akulah manisnya ratapan, penyibak
Segala yang tertabiri .... (D 1402)
Duhai Cinta, siapa yang bentuknya lebih
indah,
Engkau atau taman dan kebun apelmu? (D
2138)
Lewat Cintalah semua yang pahit akan
jadi manis,
Lewat Cintalah semua tembaga akan
menjadi emas.
Lewat cintalah semua endapan
Akan menjadi anggur murni;
Lewat Cintalah semua kesedihan akan
jadi obat.
Lewat Cintalah si mati akan jadi obat.
Lewat cintalah raja jadi budak! (M II
1529f.)
Aku berkelana terus, aku melangkah dari
Akhir ke awal:
Dalam mimpi, gajah ini melihat gurun
luas
Hindustanmu!
Mana mungkin mengukur samudramu
Dengan piring?
Kalau saja bumi dan gunung itu bukan
pencinta,
Tentu rumput tak akan tumbuh dari dada
mereka.... (D 2674)
Cinta itu api yang akan mengubahku jadi
air,
Seandainya aku batu yang keras. (D
2785)
Di mata orang, itu disebut Cinta;
Namun di mataku, itu penderitaan (bala)
jiwa! (D 2499)
Hanya si orang kasim “Dukacita”
Yang boleh memasuki ruang rahasia
Cinta.
Ketika Cinta datang: “Engkau berikan
jiwamu
Kepadaku?”
Kenapa tak engkau jawab saja: “Ya!”
Cinta seperri menara cahaya,
Di dalam menara itu: api!
Seperti burung-burung unta,
Jiwa-jiwa yang mengitari menara itu:
Makanan mereka, api yang sangat lezat!
(D 2629)
Cinta itu samudra yang gelombangnya
Tak terlihat:
Air samudra itu api, sedangkan ombaknya
mutiara. (D 1096)
Tak ada tabir bagi jiwa
Yang berada dalam tempat mandi
Hangat Cintanya;
Aku bukanlah lukisan di dinding
pemandian
Kenapa tak kukoyak-koyak saja pakaianku
(dalam ekstasi penuh cinta)? (D 1433)
Betapa bahagia padang rumput
Yang ditumbuhi bunga mawar
Dan eglantine (nama tumbuhan)
Berkat air Cinta, tempat merumputnya
rusa betina! (D 2392)
Ketika si pembawa-air “Cinta”
Berteriak dengan suara guntur,
Segera saja gurun
Akan penuh tetumbuhan! (D 1308)
Karena Cinta telah menangkap ujung
(baju)-ku
Lalu menyeretnya seperti orang lapar
Memegangi ujung taplak meja.... (D
3073)
Orang yang jauh dari jaring Cinta
Adalah burung yang tidak bersayap!
Dunia akan jadi sesuap santapan
Kalau saja Cinta punya mulut (D 2435)
Menjadi darah, minum darah sendiri,
Duduk bersama anjing di pintu iman. (D
2102)
Cintamu, seekor singa hitam,
Menjadikan tulang-tulangku berantakan!
Akankah singa yang haus darah minum
darah anjing?
Karena anak panah,
Hati ini jadi seperti punggung landak!
Kalau Cinta punya hati,
Tentu ia punya rasa kasihan! (D 1067)
Betapa bahagianya kota yang rajanya
Cinta!
Di mana-mana orang berpesta pora,
Di jalan, dan juga di rumah,
Cinta mencopet dompetku.
Kataku: “Apa-apaan ini?”
Katanya: “Tidak cukupkah rahmatku
Yang tak terbatas itu bagimu?” (D 1830)
Dari anggur Cinta, Tuhan menciptaku!
Cinta jadi gemuk dan rupawan,
Akal berubah jadi kurus. (D 2190)
Kurusnya rembulan disebabkan
kedekatannya
Dengan matahari. (D 2942)
Kalau untuk anak ayammu kamu bangun
kandang,
Itu tak cocok buat unta, itu terlalu
besar!
Kandang: tubuhmu, sedangkan anak ayam:
akal
Cinta itu unta yang tinggi dan besar!
(D 2937)
Mereka yang berakal
Menjauh dari bangkai semut
Karena hati-hati;
Para pencinta menginjak-nginjak naga
Seenaknya! (D 2366)
Berkat pekikan Cinta, penjara menjadi
surga:
Tuan Keadilan Akal, mabuk di kursi
hakim!
Mereka menghadap Profesor Akal guna
bertanya:
“Kenapa dalam Islam
Terjadi kegaduhan mengerikan ini?”
Mufti Akal Pertama menjawab dengan
fatwa:
“Inilah saat kebangkitan-dimanakah
(perbedaan antara) yang halal dan yang
haram?”
Khatib “Cinta” masuk ke idgah
(tempat shalat) Persatuan
Dengan membawa pedang Dzulfiqar
Seraya berkata: “Maha Terpuji Raja
Yang menebarkan dari samudra
Tidak di mana-mana
Jiwa-jiwa laksana permata .... (D 202)
Cinta mengangkat gada,
Lalu memukulkannya pada kepala Akal.
Tanyaku: “Duhai Akal, di manakah
engkau?”
Akal menjawab:
“Karena aku sudah menjadi air anggur,
Kenapa aku harus jadi buah anggur
masam?” (D 2942)
Setiap pagi karena cinta padamu Akal
ini menjadi gila,
Naik ke atap otak, lalu memainkan
kecapi .... (D 2601)
Anjing yang penuh cinta
Lebih baik dibanding singa ugahari!
Singa langit (lambang leo) mencium
cakarnya
Dengan bibir yang belum tersentuh
bangkai. (D 1174)
Cinta masuk masjid, lalu katanya:
“Duhai guru dan pemandu,
Putuskan belenggu-belenggu eksistensi
Mengapa engkau masih saja
Terbelenggu sajadah?”
Cinta itu bebas dari sempitnya ceruk
shalat. (D 355)
Kalau tak punya kaki,
Pencinta terbang dengan sayap
prakeabadian;
Kalau tak ada kepala
Pencinta punya kepala-kepala lain! (D 594)
Tanyamu padaku: “Siapa kamu?”
Mana mungkin aku tahu?
“Dari mana? Dari keluarga mana?”
Mana mungkin kutahu?
Tanyamu padaku: “Kamu minum,
Mabuk
Karena anggur manis lagi keras apa?”
Mana mungkin
Kutahu?
Kalau aku sendiri ini kamu,
Lantas, siapa kamu?
Apakah kamu ini, kamu itu?
Mana mungkin aku tahu? (D 1544)
Duhai Cinta yang terlalu besar
Euntuk berada di langit
Kenapa engkau dapat berada di dalam
hatiku
Yang tertabiri?
Engkau masuk ke rumah hati,
Lalu menutup pintunya dari dalam,
Cerukku, gelasku, dan
“cahaya di atas Cahaya”ku (QS Al-Nur
[24]: 35) (D 1460)
Barang siapa menjadi mangsa Cinta,
Mana mungkin dia menjadi mangsa
kematian?
Pencinta itu aneh-semakin dibunuh,
Semakin hidup dalam Tuhan! (D 1075)
Mereka yang tahu kekuatan rahasia
berputar-putar,
Hidup dalam Tuhan:
Cinta mematikan dan menghidupkan lagi
mereka
Mereka tahu itu .... Allah Hu!
*MEREKA PUN MULAI MENARI
Aduhai dengar seruling buluh, betapa ia
mengaduh
Dan betapa ia bertutur tentang pedihnya
berpisah ....
Seperti Ali meniupkan napas
Ke kedalaman sumur. (D 2380)
Para pencinta, yang mengaduh seperti
seruling buluh,
Dan Cinta seperti pemain seruling
Apa saja yang ditiupkan Cinta ini
Ke dalam Tubuh Seruling. (D 1936)
Bak Cintamu berlaku, sebagai musisi,
maka aku harpa
Dan kadang biola, siang dan malam! (D
302)
Jibril menari,
Karena cinta pada keindahan Tuhan,
Jin paling hina, “ifrit, juga menari
Karena cinta kepada jin perempuan! (D
2763)
Bertepuk tangan, Akal Universal
Menari, bagian dari Keseluruhan.
Ketika Syamsi Tabriz menata alkitab
Al-Quran “Hati,”
Tarian, tanda-tanda baca
Menjejak-jejakkan kakinya (D 2282)
Duhai mari, duhai mari! Dikaulah jiwa
Dari jiwanya yang berputar!
Duhai mari! Dikaulah Cypress yang
tinggi
Di taman-taman bunga tarian berputar!
Duhai mari! Karena tak pernah
Dan tidak akan pernah ada yang seperti
dikau!
Mari, yang sepertimu tak pernah melihat
Mata-merindu dari tarian berputar!
Duhai mari! Mata Air Matahari
Tersembunyi di bawah bayang-bayangmu!
Milikmu seribu bintang Venus
Di lelangit-melingkarnya tarian
berputar!
Tarian berputar melantunkan pujianmu
Dan bersyukur dengan seratus lidah yang
fasih:
Akan kucoba mengatakan satu, dua hal
Yang menerjemahkan bahasa tarian
berputar.
Sebab bila engkau mulai menari
Kau tinggalkan kedua dunia ini
Sebab di luar kedua dunia ini ada
Alam semesta tarian yang berputar, yang
berujung.
Atapnya tinggi,
Yaitu di alam ketujuh,
Jauh di luar atap ini berdiri
Tangga, tarian berputar.
Apa pun yang ada disana, itu hanya Dia,
Kakimu melangkah ke sana dalam tarian:
Ketahuilah, tarian berputar ini
milikmu,
Dan dikau pun miliknya.
Bisa apa aku kalau Cinta datang
Mencengkeram leherku?
Kugapai ia, kudekatkan ke dadaku
Dan kuseret dalam tarian berputar!
Ketika butir-butir debu
Penuh cahaya mentari,
Mereka pun mulai menari, menari
Dan tak menngeluh dalam tarian berputar
itu!
Thanks for reading & sharing Kamar Pekick
0 komentar:
Post a Comment