Aku,
Sahabatku Dan Keangkuhanku
Sahabatku pernah bertanya kepadaku : “kenapa engkau senang
hidup didalam kesendirian tanpa ditemani sang bunga yang harum semerbak dan
menyemangati hari-harimu dengan keharumannya.?”
Aku hanya bisa tersenyum dan menjawab dengan beberapa kata
yang ku ucapkan : ”wahai sahabatku, aku senang begini”
Lantas tak ku pungkiri, ia pergi tanpa berkata apapun
kepadaku, bagai hembusan angin yang bertiup kepada sang pohon. Ia mengantarkan
suatu pesan tetapi aku tak menghiraukan pesannya. itulah aku sang pohon yang
angkuh.
Sahabatku pernah bertanya kepadaku : “mengapa engkau tidak
membuka hatimu dan melebarkan tanganmu untuk menyambut sang merpati yang ingin
hinggap dibahumu serta merentangkan sayap-sayapnya diatas kegelisahanmu.?”
Aku hanya bisa tersenyum lalu merundukan kepalaku sejenak,
kemudian aku berkata : “wahai sahabatku, aku senang begini, dan aku tidak ingin
untuk membagi kegelisahan-kegelisahanku kepada sang merpati tatkala aku takut
ia akan jatuh tersungkur apabila sayap-sayapnya merangkul kegelisahanku, hingga
ia tak dapat lagi untuk terbang bebas.”
Beliau pun bertanya kembali kepadaku : “bagaimana dengan hatimu,? Apakah engkau dapat mengisi kehampaan didalamnya,?
Aku tersentak kemudian terdiam, hingga aku pun berucap :
“wahai sahabatku, biarlah hati ini hampa dan terasing, aku tak bisa
memaksakannya untuk membuka dan melebarkannya untuk sebuah cawan madu karena
aku tak ingin mengotori isiya.”
Sahabat itu pun pergi laksana piringan hitam yang
mengakhiri senandungnya. Ketakutanku telah menelan dan membayangi dinding hati
dengan semua kesalahan dari egoku yang terdahulu. Itulah aku dengan
kecerobohanku.
Dikemudian hari sahabatku datang dengan didampingi sesosok
wanita nan ayu, mereka mengucapkan salam dan mengulurkan tangan-tangannya
kepadaku, Ku jabat tangan mereka sambil tersenyum, hingga perbincangan
demi perbincangaan telah kami bicarakan
mulai dari kisah hidup, asa dan impian serta menyingkap tentang cinta dan
kehilangan.
Hingga suasana hening pun tercipta sesaat dikala sang
wanita nan ayu itu pun mengajukan beberapa pertanya kepadaku tentang perihal
cinta, perasaan dan kasih sayang.
“Apakah engkau pernah berjumpa dengan sesosok bidadari
yang menenangkan dari segala gundahmu dengan sentuhan cinta dan kesetiaannya.?”
Aku menjawab dengan bibir merekah : “ya, aku pernah
berjumpa dengan sesosok bidadari itu, sebelum aku mengerti tentang cinta dan
kesetiaannya.”
Wanita nan ayu itu pun terus menghujam ku dengan segala
pertanyaannya.
“Adakah cinta itu tumbuh dan bersemi didalam hatimu,?”
Aku menjawab dengan mata nan tertutup penyesalan “ya,
cinta itu tumbuh dengan sendirinya sebelum aku memahami arti cinta dari
kehilangannya.”
“Adakah engkau merasakan kebahagiaan dan ketenangan dikala
engkau duduk di sampingnya untuk berbagi suka dan kegundahanmu.?”
Aku pun melakukan hal yang sama, menutup mataku dan
merundukan kepalaku untuk menjawabnya ; ”ya, kebahagiaan dan ketenangan itu
hadir didalam hatiku disaat aku duduk bersamanya entah dengan membagi suka dan
segala kegundahan yang menghampiriku, semua itu tak bisa terlukiskan dengan
kata-kata indah sekalipun.”
“Pernahkah engkau mengacuhkannya serta tak
memperdulikannya sesampai kau menyayat dan mengiris hatinya dengan pedang
keangkuhanmu sehingga membekaskan luka untuknya.?”
Aku terdiam penuh penyesalan membawa alam sadarku setelah
mendengar kata-kata yang keluar dari bibir wanita nan ayu itu, aku mengadu
kepada hati kecilku dan mencela diriku sendiri : “aku memang manusia bodoh, aku
memang tak tahu terimakasih, aku memang tak bisa menjaga perasaan terutama
melindungi hatinya dengan semua sifat dan sikapku, aku ini insan yang nista,
aku tak dapat menghargai ketulusan hatimya yang rela menampung semua
keburukan-keburukanku,”
Wanita nan ayu itu pun menyerukan namaku berkali-kali,
hingga sampai akhirnya aku kembali kealam sadarku, aku pun akhirnya menjawab
pertanyaannya dengan tangan gemetar dan bibir agak terkunci bisu.
“Wahai wanita indah sang pembaca hati, tak ku pungkiri itu
semua, aku kerap kali memberikan luka untuk hatinya dengan keangkuhan yang aku
puja, aku selalu menempatkan ia didalam semua kegundahan,kegelisahan serta
keburukan akan sikap dan sifatku, tak sedikitpun aku dapat menyenangkan
perasaannya dengan hembusan angin sejuk yang menyentuh hatinya, kerap kali aku
membuatnya murung dengan segala ucapanku, nasihat yang slalu ia berikan
kepadaku, aku selalu mengacuhkannya dan menganggapnya sebagai angin lalu. Aku
memang insan yang tak berguna, tak tahu arti ketulusan,”
Aku menghentikan celotehku dengan penuh penyesalan. Aku
bagaikan sebutir kacang yang lupa akan kulitnya, dan seorang raja yang melupakan
rumahnya.
Setiap mahluk yang hidup pasti memiliki dan membuat
kesalahan terutama bagi mahluk yang bernama manusia, tak luput kesalahan itu
tercipta dari buah keegoisan, keangkuhan dan rasa ingin berkuasa, akan tetapi
setiap manusia pasti memiliki sebuah masalalu dan kenangan, entah itu didalam
kepahitan entah juga didalam keindahan. Letak kasih sayang dan cinta begitu
lekat dan erat dengan sosok manusia, tanpanya semua terasa hampa dan tampanya
semua menjadi indah. Cinta memang tak bisa memiliki tanpa kehendak sang maha
kuasa, tetapi cinta dapat dirasa dan timbul dari hati setiap mahluk yang
bernama manusia. Mungkin cinta yang kandas dimasalalu adalah guru yang terbaik
untuk menjadi pencinta yang tegar dimasa yang akan datang, jangan memandang
karna ketidak lurusannya, tetapi pandanglah dari setiap kelokannya dengan
kesabaran dan pengertian tanpa memperdulikan sedikitpun tentang keangkuhan dan
keegoisan sang pemerannya.
Thanks for reading & sharing Kamar Pekick
0 komentar:
Post a Comment